Hallo gan Ane dapet kabar baru nie bahwa salah satu kerajinan Indonesia yang bernama Bindai Asli Kalimantan di jual kembali di Malaysia atas nama Made In Malaysia bahkan di Export ke Luar negri,Dan yang lebih parah pedagang kerajian Bindai nya pun tidak tau dengan masalah ini..

Kerajinan tangan tikar bidai buatan masyarakat Dayak Kecamatan Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat, terancam diklaim Malaysia jika tidak segera dipatenkan.

"Tikar bidai ini sangat diminati oleh pedagang Malaysia," jelas anggota DPRD Bengkayang, Maryadi.

Kecamatan Jagoi Babang terletak di perbatasan, Serikin Malaysia. Maryadi mengatakan selain untuk kebutuhan sendiri, warga Negara Malaysia menjual kembali bidai buatan masyarakat Dayak Jagoi tersebut ke negara lain, bahkan ada yang diekspor kembali ke Indonesia dengan label atau merek dagang Negara Jiran.

Dijelaskan dia, bahan tikar bidai adalah rotan pilihan dan kulit kayu. Rotan biasanya didatangkan dari Kalimantan Tengah. Tikar bidai, kata Maryadi yang bermukim di daerah perbatasan, telah dibuat oleh masyarakat Kecamatan Seluas dan Jagoi Babang dari zaman dahulu.

Kerajinan itu dilestarikan turun temurun. Bedanya dahulu hanya sekedar untuk menjemur padi, sekarang penggunaan bidai telah berkembang sesuai dengan kemajuan jaman.

"Kerajinan bidai telah menjadi komoditas unggulan untuk menopang kebutuhan hidup masyarakat Dayak Jagoi," katanya.

Selama ini, kata magister manajemen lulusan Universitas Tanjungpura (Untan) itu, Pemkab Bengkayang terkesan kurang serius untuk menangani pemasaran hasil kerajinan tangan masyarakat Jagoi itu.

Salah satu bukti ketidakseriusan itu, kata politisi PAN ini, sejumlah pengrajin tikar bidai lebih memilih menjual hasilnya ke Pasar Serikin, Malaysia. Mereka menganggap pasar di sana lebih menjanjikan dan banyak peminatnya.

Seharusnya kata dia, hal itu diantisiapasi oleh Pemkab Bengkayang untuk membantu mereka meningkatkan hasil produk yang lebih baik.

Jadi tutur Maryadi, jangan heran bila oleh pedagang besar di Malaysia, bidai buatan masyarakat Jagoi Babang ditampung untuk dijual kembali. Penampung di Malaysia itu, jelasnya, hanya tinggal memperbaiki mutu bidai dengan bantuan teknologi kemudian mereka jual kembali ke Negara Eropa, Singapura dan ke Bali.

Maryadi mengungkapkan setiap Sabtu-Minggu ada pasar rakyat di Serikin, Malaysia, yang pedagang menjadi pengumpul bidai-bidai buatan Jagoi kemudian menjualnya kembali.

Pasar tikar bidai hanya terfokus di Sarawak Malaysia sedangkan pasar dalam negeri belum tergarap dengan baik.

Maryadi yang berlatar belakang pendidikan S2 Ekonomi itu menyarankan agar pemerintah membangun infrastruktur jalan yang memadai di wilayah perbatasan untuk lebih memudahkan akses masyarakat.

Masyarakat, kata dia, saat ini hanya bisa berkhayal tentang pembangunan infrastruktur jalan yang sering digaungkan pemerintah untuk masyarakat perbatasan.

Dia melihat, kondisi yang memprihatinkan diperbataskan membuat masyarakat setempat menjadi berorientasi kepada negara tetangga. Sebaliknya, negara tetangga begitu agresif dan progresif mengembangkan kawasan perbatasan. Sehingga menjadi sentra pertumbuhan bisnis yang menggiurkan, yang secara langsung meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Salah seorang pedagang tikar bidai, di Jagoi Babang, Linda, mengatakan harga tikar Bidai bervariasi tergantung ukuran, model dan corak. Pada umumnya jelas dia, tikar bidai ukuran 7X10 kaki dijual Rp550 ribu, ukuran 6x9, 5x7, 4x6 kaki masing-masing Rp450 ribu, Rp310 ribu dan Rp200 ribu.

"Saya biasanya menjual tikar Bidai ke Pasar Serikin,Malaysia," katanya. Dia mengatakan dukungan dari Pemerintah Kabupaten Bengkayang dinilainya belum sesuai dengan yang diharapkan oleh para pengrajin.

Kepala Desa Jagoi, Kecamatan Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang, Markus Mijem, mengatakan ada sejumlah pengrajin tikar bidai di desanya. "Saya tidak tahu jumlahnya," katanya.

Masyarakat biasanya membuat tikar bidai dirumahnya masing-masing kemudian dijual kepada pengumpul.

Mijem mengajatakan kerajinan bidai, saat ini telah menjadi salah satu penopang ekonomi keluarga selain dari hasil pertanian dan mengojek. "Bidai yang dihasilkan masih dalam bentuk sederhana dan belum memenuhi selera pasar," katanya.

Hal itu, katanya, karena masyarakat pengrajin bidai masih terbawa pola sederhana secara turun temurun. Masyarakat perbatasan kata Mijem, belum mengerti teknologi untuk memperbaiki hasil mutu tikar bidai.

Bupati Bengkayang Suryadman Gidot mengatakan sudah memfasilitasi dan memberi kemudahan terhadap usaha tikar bidai. Dinas Perdagangan dan Perindustrian Bengkayang sudah diminta untuk membina para pengrajin dan membantu pemasaran, promosi serta permodalan.

"Sudah menjadi rahasia umum kerajinan bidai yang masuk ke Malaysia itu kemudian diubah dan mereka jual kembali," katanya.

Padahal, tegasnya, barang tersebut berasal dari Jagoi Babang.

Gidot menjelaskan masyarakat Dayak pada umumnya menjual tikar bidai dalam bentuk sederhana, apa adanya dan belum mendapatkan sentuhan teknologi.

"Kondisi itu jadi kesempatan bagi Malaysia untuk memperbaiki dengan kualitas lebih baik kemudian dijual kembali kepada pihak lain," jelasnya.

Bupati menegaskan ia tidak ingin kerajinan tikar bidai yang merupakan hasil karya warga Jagoi Babang diklaim oleh negara luar.

Nie Pic Contoh kerajinan nya :
















 
Top